October 27, 2025
Harga Pupuk Subsidi Turun, Tani Merdeka Lamongan Nilai Langkah Pemerintah Tepat Sasaran
Kabar baik datang bagi para petani di seluruh Indonesia. Pemerintah resmi menurunkan harga pupuk bersubsidi hingga 20 persen mulai Rabu (22/10), sebuah kebijakan yang dinilai mampu memberikan napas segar bagi sektor pertanian nasional.
Langkah ini dianggap strategis karena tidak hanya mengurangi beban biaya petani, tetapi juga memperkuat efisiensi industri pupuk dalam negeri tanpa menambah tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ketua DPD Tani Merdeka Indonesia (TMI) Kabupaten Lamongan, Abdullah Haris Al Ihsani, yang akrab disapa Gus Haris, menyampaikan apresiasinya terhadap kebijakan tersebut. Ia menilai penurunan harga pupuk akan memberikan dampak langsung terhadap produktivitas sekaligus kesejahteraan petani, apalagi disertai dengan reformasi distribusi yang kini lebih sederhana dan cepat.
“Penurunan harga pupuk akan sangat dirasakan manfaatnya oleh petani, dan diharapkan mampu meningkatkan produksi serta kesejahteraan mereka,” kata Gus Haris, Kamis (23/10).
Ia juga menambahkan bahwa perbaikan tata kelola distribusi pupuk merupakan kunci utama dalam mencegah keterlambatan penyaluran yang selama ini menjadi momok bagi petani, terutama di lahan tadah hujan.
“Perbaikan sistem distribusi memungkinkan pupuk tiba lebih cepat di tangan petani, meminimalkan risiko gagal panen yang kerap terjadi akibat keterlambatan distribusi, terutama pada sawah tadah hujan,” lanjutnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025, harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi tahun anggaran 2025 resmi disesuaikan. Kini, pupuk urea turun dari Rp 2.250 menjadi Rp 1.800 per kilogram, NPK dari Rp 2.300 menjadi Rp 1.840, NPK kakao dari Rp 3.300 menjadi Rp 2.640, ZA khusus tebu dari Rp 1.700 menjadi Rp 1.360, dan pupuk organik dari Rp 800 menjadi Rp 640 per kilogram.
Selain penurunan harga, pemerintah juga menambah volume pupuk subsidi hingga 700 ribu ton yang akan disalurkan secara bertahap hingga 2029. Reformasi sistem distribusi menjadi langkah monumental yang membawa perubahan besar di sektor pupuk nasional.
Sebelumnya, rantai birokrasi distribusi pupuk melibatkan 145 regulasi dan tanda tangan dari 12 menteri, 38 gubernur, serta 514 bupati/wali kota. Namun kini, sistem baru memungkinkan Kementerian Pertanian (Kementan) berkoordinasi langsung dengan pabrik pupuk, yang kemudian menyalurkan produk ke kios tanpa perantara panjang.
Transformasi ini menghasilkan efisiensi besar: penghematan anggaran hingga Rp 10 triliun, penurunan biaya produksi pupuk sebesar 26 persen, serta peningkatan proyeksi laba PT Pupuk Indonesia (Persero) hingga Rp 7,5 triliun pada 2026.
Sebagai bagian dari penertiban, Kementan juga mencabut izin 2.039 kios pengecer yang terbukti melakukan pelanggaran dalam penyaluran pupuk subsidi.
Langkah-langkah efisiensi tersebut menjadi penanda perubahan paradigma dalam tata kelola pupuk nasional — dari sistem birokratis menuju mekanisme cepat, transparan, dan berorientasi hasil. Jika dijalankan secara konsisten, kebijakan ini diyakini akan menjadi katalis bagi peningkatan produktivitas pertanian serta kemandirian pangan Indonesia.